Aku mencari sumber suara tersebut. Kubuka pintu pagar dan melongok keluar.
Gadis itu berdiri, menuntun sepeda, dengan kantong plastik di stang kanan sepedanya.
"Kanya? Kok tau rumahku?" aku agak sedikit heran melihatnya.
"Tau dong. Gue nanya ke tetangga-tetangga lo" jawabnya sambil tersenyum puas.
"Oh, ada perlu apa?"
Ia menyodorkan tinggi plastik itu ke depan mukaku. "dari Namira"
"Hah? Namira? Kok kenal Namira?"
"Iyalah kenal! dia temen gue dari SD. dia tadi ke rumah. Bantu ibu buat kue, dia jago banget lho! dan dia bilang suruh anterin sedikit buat lo!" ia menjelaskan sambil tersenyum dan mengangkat alisnya. Ia lebih mirip sales yang mempromosikan produknya.
Aku menerima kue itu, dan mengintip sedikit. "Oh, makasih banyak ya, tolong bilangin ke dia. Pasti enak banget deh, nanti aku makan"
Ia mengangguk senang. Senyumnya tidak hilang dari wajahnya, sangat adiktif.
"Iqbaal, ada temennya kok nggak disuruh masuk?" teriak kakakku dari dalam.
"Oh iya, lupa. Masuk dulu Nya" aku mendorong pintu pagar, bermaksud melebarkan pintu gerbang. Tiba-tiba tangannya menyentuh tanganku, bermaksud untuk menyergah.
"Nggak usah, gue udah mau pulang"
Dalam beberapa detik aku tidak merasakan apa-apa sama sekali, ini baru pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini.
"Iqbaal!" ia mengejutkanku.
"Ah..iya? Apa? Mau pulang? Hati-hati Kanya"
"Sampe ketemu besok yaa? salam buat kakak lo" ia mengayuh sepedanya cepat.
Aku masih berdiri depan rumah, entahlah, ia membuat diriku menjadi kikuk. Setiap mengingatnya, perasaanku mulai tak menentu...jangan-jangan ini...
"Iqbaal" kakakku menepuk pundakku, membuyarkan lamunanku.
"Ngeliatin siapa sih?" Kakakku melongok keluar, melihat siapa yang aku pandangi sejak tadi. Aku juga menjadi bingung, siapa yang aku lihat sejak tadi sehingga tidak langsung masuk ke rumah.
"Nggak, bukan apa-apa" jawabku mengelak.
"Oh, tadi temen?"
"Iya kak. Dia nganterin kue nih" aku menunjukkan dengan menaikkan kantong plastik itu.
Kakakku segera menyambar,
"Baru sekolah sebentar, udah dapet penggemar aja" kakakku meledek.
"Cuma temen kak, bukan penggemar"
"Asiiiiiikkkk, Rainbow Cake!!!" kakakku sangat menyukai rainbow cake. Pelangi? Iya, baru saja aku melihat pelangi. Bahkan lebih indah dari pelangi, lebih indah dari.....
"Bengong terus dari tadi! ayo makan kuenya" kakakku lagi-lagi mengagetkanku. Kakakku masuk ke dalam, dan aku menatap langit yang berwarna jingga. Mengapa langit terlihat indah..tak seperti biasanya. Apa yang terjadi? semua terasa berbeda......
Kami duduk di meja makan. Kakakku meletakkan kue itu di piring dan memberikan sendok dipinggirnya.
Ia mulai memotong kue itu.
"yang ngasih namanya siapa?" ia bertanya sambil memakan kue itu.
"yang ngasih Namira, yang nganterin...Kanya"
"Fans?" kakakku bertanya menggoda sambil memasukkan potongan pertama ke dalam mulutnya.
"Bukan, please deh kak. Aku nggak punya fans"
"Belum kali. Waktu di Bandung....tau sendiri, kan kakak jadi kebagian juga, dapet coklat, eskrim" kakakku tiba-tiba tertawa karena menggodaku.
Aku hanya tersenyum, biasanya aku balas menggoda, tapi kali ini aku hanya bisa tersenyum.
"Ihh, kamu kenapa sih Baal? serem deh daritadi aneh gitu"
Aku tidak menjawab. Kupotong kue itu, lalu memasukkan ke mulut dan mengunyah perlahan. Enak. Pantes aja kakak suka rainbow cake.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kuikat tali sepatuku, lalu kutuntun sepeda sampai keluar gerbang rumah. Kukunci pagar karena kakak sudah berangkat lebih pagi dariku. Sepeda kukayuh tingan ...kenapa nggak sekalian nyamper Kanya? stang sepeda kubelokkan ke gang rumahnya. Cittttt....kurem sepedaku di depan rumah yang ber cat jingga.
'Kring kring' "Kanyaaaaa..." setelah dua atau tiga kali memanggil. Keluarlah seseorang dari pintu tersebut.
"Iqbaal?"
"Nya, ayo berangkat bareng. Udah siap kan?"
Ia menatapku sesaat. "Boleh, gue pake sepatu dulu ya"
Beberapa saat kemudian, ia menuntun sepedanya keluar rumah.
"Ayo berangkat" kakinya sudah berada diatas pedal sepedanya.
Aku mengangguk. Sepeda kami berjalan beriringan, kami berbincang-bincang, bersenda gurau, dan entah kenapa waktu sangat cepat sekali berjalan.
"Iqbaal lama nih, ayo susul kalo bisa" ia mengayuh sepedanya cepat meminta aku agar menyusulnya.
Aku hanya tersenyum, membiarkan ia mendahuluiku. Bukanlah hal yang sulit untuk menyusulnya, namun melihatnya tersenyum, tidak ada hal yang lebih indah dari itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Mi, makasih ya kuenya kemarin, enak banget loh!" ku ucapkan terima kasih sambil berjalan bersama Namira di koridor sekolah.
"Sama-sama. Itu cuma belajar kok" ia hanya menunduk, sesekali tersenyum.
"Tapi serius enak! Rainbow cake terenak yang pernah aku makan" aku benar-benar bersungguh-sungguh sambil mengacungkan "swear" dengan jari telunjuk dan jari tengahku. Ini pertama kalinya aku memakan rainbow cake, jadi....
Kulihat ia benar-benar tersenyum malu-malu, kali ini wajahnya memerah. Dia sangat lucu sekali, aku bahkan tertawa karenanya.
-----------------------------------------
Dibalik pilar, seseorang yang mendengar percakapan mereka sejak awal tadi. Alvaro mendengar setiap kata dan candaan yang terucap diantara mereka.
"Jangan-jangan Namira suka sama Iqbaal..." pikirnya. Ia mendengus kesal, segera ia hentakkan kaki dan meninggalkan tempat itu karena bencinya.
Iqbaal mulai mengambil semuanya perlahan, semuanya....bahkan Namira. Lalu selanjutnya siapa? Bastian? Alvaro segera berlari menuju kelas dengan perasaan campur aduk. Seketika, ia sangat membenci Iqbaal, tanpa alasan yang konkret.
-----------------------------------------
"Ki, ayo kita kasih tugasnya ke Bastian sama Alvaro" ajakku.
"Ayo" kemudian aku dan Kiki menghampiri meja mereka, mereka sedang asyik bersenda gurau.
"Al, Bas, ini tugas kelompok kita, udah aku dan kiki yang ngerjain" mereka menatap kami sejenak, aku sodorkan kertas itu ke hadapan mereka berdua.
"Ini udah lo kerjain? Berdua?" Bastian mengambil dan membolak-balik halaman kertas itu.
Alvaro merampas tiba-tiba dari genggaman Bastian, setelah melihat-lihat sebentar..
"Apaan nih?! lo ngerjain berdua doang?! Nggak ngajak kita?! maksud lo apa?! cari muka?!" Ia membentak, membuat aku kaget setengah mati.
"Bukan gitu Al, kita ngerjain karena kita pikir lebih cepat lebih baik, kalau kamu mau koreksi, bisa kalian koreksi" aku menjelaskan dengan suara parau dan tersendat-sendat.
"Oh...bukan buat cari muka? Biar lo berdua doang yang dapet nilai? Lo berdua nggak nganggep kita? Lagian...jelek banget nih, lo berdua ngerjain udah berasa paling pinter aja!"
Brakk! Kiki menggebrak meja. "Jaga ya omongan lo! Kita ngerjain niatnya baik! nggak ada maksud buat nggak nganggep lo, Al! Lo jangan asal judge gini! Mana etika lo buat ngehargain usaha kita Al?!" Kiki membalas perkataan Alvaro. Aku hanya dapat diam seribu bahasa, aku benci pertengkaran.
"Lo yang nggak ngehargain gue sama Bastian! Lo main kerjain sendiri aja! Buat apa gua berterima kasih atas pekerjaan yang gak gue minta? Hah? Dan denger ya lo Iqbaal, gue nggak suka cara lo cari muka gini!" Alvaro menunjuk-nunjuk ke arahku. "Mending lo bawa deh nih tugas, terserah lo mau diapain" kali ini ia melempar kertas itu ke Kiki. Kiki yang dari tadi sudah habis kesabaran dan berkali-kali mengepalkan tangannya untuk menahan semua emosinya, berkali-kali aku menenangkannya. Alvaro berjalan keluar ruangan, di temani sorot-sorot mata setiap penjuru kelas, dan diiringi bisik-bisik.
"Lo egois! Lo nggak bisa menghargai orang! Pantes temen-temen lebih milih main sama Iqbaal daripada lo! Cara lo salah!" teriak Kiki. Langkah Alvaro sempat terhenti, namun ia meneruskan untuk berjalan keluar kelas.
"Nggak seharusnya lo begitu Al!"
"Maafin Aldi Ki, Baal. Gue juga nggak tau kenapa dia begitu sikapnya, gue bahkan baru tau dia marah begitu" Bastian bahkan terheran-heran karena sikap Alvaro.
"Nggak apa-apa..." jawab Kiki yang sudah mulai sedikit tenang.
Alvaro kenapa..segitu salahkah aku mengerjakan tugas ini tanpa dirinya?
"Mending, lo kerjain aja deh sama dia, kalo mau lo ganti ya ganti, sesuka lo aja" jawab Kiki menyudahi semuanya, Kiki segera kembali ke tempat duduknya. Ia menatap dan membalas tatapan seluruh anak-anak di kelas, sampai mereka mulai kembali dengan aktivitas masing-masing.
"Ki, aku jadi merasa bersalah" aku duduk disampingnya.
"Nggak, dia emang suka gitu, biasalah" jawab Kiki cuek.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Alvaro menatap nanar keadaan sekitar, ia terdiam. Sebenarnya, ia hanya berusaha mencari kesalahan, tidak ada yang salah dengan semua ini. Hanya saja kebenciannya yang mulai terlewat batas.
"Al, lo kenapa sih tadi?" Bastian membuyarkan lamunan Alvaro.
"Nggak apa-apa"
"Pelampiasan? Iya?"
"Gue cuma nggak suka caranya"
"Udahlah Al, jangan begini terus. Gimana lo bisa punya banyak temen?"
"Lo mau belain dia? Yaudah sana main aja sama dia!" nada suara Alvaro meninggi.
"Lo emang keras kepala. Susah ngomong sama lo!"
"Makanya nggak usah ngomong sama gue! gue nggak semenyenangkan anak baru itu!" Alvaro segera beranjak dari tempat tersebut dengan kebencian yang terlewat batas, meninggalkan Bastian melongo karena sikapnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
to be continued...
@girzav =D
Gadis itu berdiri, menuntun sepeda, dengan kantong plastik di stang kanan sepedanya.
"Kanya? Kok tau rumahku?" aku agak sedikit heran melihatnya.
"Tau dong. Gue nanya ke tetangga-tetangga lo" jawabnya sambil tersenyum puas.
"Oh, ada perlu apa?"
Ia menyodorkan tinggi plastik itu ke depan mukaku. "dari Namira"
"Hah? Namira? Kok kenal Namira?"
"Iyalah kenal! dia temen gue dari SD. dia tadi ke rumah. Bantu ibu buat kue, dia jago banget lho! dan dia bilang suruh anterin sedikit buat lo!" ia menjelaskan sambil tersenyum dan mengangkat alisnya. Ia lebih mirip sales yang mempromosikan produknya.
Aku menerima kue itu, dan mengintip sedikit. "Oh, makasih banyak ya, tolong bilangin ke dia. Pasti enak banget deh, nanti aku makan"
Ia mengangguk senang. Senyumnya tidak hilang dari wajahnya, sangat adiktif.
"Iqbaal, ada temennya kok nggak disuruh masuk?" teriak kakakku dari dalam.
"Oh iya, lupa. Masuk dulu Nya" aku mendorong pintu pagar, bermaksud melebarkan pintu gerbang. Tiba-tiba tangannya menyentuh tanganku, bermaksud untuk menyergah.
"Nggak usah, gue udah mau pulang"
Dalam beberapa detik aku tidak merasakan apa-apa sama sekali, ini baru pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini.
"Iqbaal!" ia mengejutkanku.
"Ah..iya? Apa? Mau pulang? Hati-hati Kanya"
"Sampe ketemu besok yaa? salam buat kakak lo" ia mengayuh sepedanya cepat.
Aku masih berdiri depan rumah, entahlah, ia membuat diriku menjadi kikuk. Setiap mengingatnya, perasaanku mulai tak menentu...jangan-jangan ini...
"Iqbaal" kakakku menepuk pundakku, membuyarkan lamunanku.
"Ngeliatin siapa sih?" Kakakku melongok keluar, melihat siapa yang aku pandangi sejak tadi. Aku juga menjadi bingung, siapa yang aku lihat sejak tadi sehingga tidak langsung masuk ke rumah.
"Nggak, bukan apa-apa" jawabku mengelak.
"Oh, tadi temen?"
"Iya kak. Dia nganterin kue nih" aku menunjukkan dengan menaikkan kantong plastik itu.
Kakakku segera menyambar,
"Baru sekolah sebentar, udah dapet penggemar aja" kakakku meledek.
"Cuma temen kak, bukan penggemar"
"Asiiiiiikkkk, Rainbow Cake!!!" kakakku sangat menyukai rainbow cake. Pelangi? Iya, baru saja aku melihat pelangi. Bahkan lebih indah dari pelangi, lebih indah dari.....
"Bengong terus dari tadi! ayo makan kuenya" kakakku lagi-lagi mengagetkanku. Kakakku masuk ke dalam, dan aku menatap langit yang berwarna jingga. Mengapa langit terlihat indah..tak seperti biasanya. Apa yang terjadi? semua terasa berbeda......
Kami duduk di meja makan. Kakakku meletakkan kue itu di piring dan memberikan sendok dipinggirnya.
Ia mulai memotong kue itu.
"yang ngasih namanya siapa?" ia bertanya sambil memakan kue itu.
"yang ngasih Namira, yang nganterin...Kanya"
"Fans?" kakakku bertanya menggoda sambil memasukkan potongan pertama ke dalam mulutnya.
"Bukan, please deh kak. Aku nggak punya fans"
"Belum kali. Waktu di Bandung....tau sendiri, kan kakak jadi kebagian juga, dapet coklat, eskrim" kakakku tiba-tiba tertawa karena menggodaku.
Aku hanya tersenyum, biasanya aku balas menggoda, tapi kali ini aku hanya bisa tersenyum.
"Ihh, kamu kenapa sih Baal? serem deh daritadi aneh gitu"
Aku tidak menjawab. Kupotong kue itu, lalu memasukkan ke mulut dan mengunyah perlahan. Enak. Pantes aja kakak suka rainbow cake.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kuikat tali sepatuku, lalu kutuntun sepeda sampai keluar gerbang rumah. Kukunci pagar karena kakak sudah berangkat lebih pagi dariku. Sepeda kukayuh tingan ...kenapa nggak sekalian nyamper Kanya? stang sepeda kubelokkan ke gang rumahnya. Cittttt....kurem sepedaku di depan rumah yang ber cat jingga.
'Kring kring' "Kanyaaaaa..." setelah dua atau tiga kali memanggil. Keluarlah seseorang dari pintu tersebut.
"Iqbaal?"
"Nya, ayo berangkat bareng. Udah siap kan?"
Ia menatapku sesaat. "Boleh, gue pake sepatu dulu ya"
Beberapa saat kemudian, ia menuntun sepedanya keluar rumah.
"Ayo berangkat" kakinya sudah berada diatas pedal sepedanya.
Aku mengangguk. Sepeda kami berjalan beriringan, kami berbincang-bincang, bersenda gurau, dan entah kenapa waktu sangat cepat sekali berjalan.
"Iqbaal lama nih, ayo susul kalo bisa" ia mengayuh sepedanya cepat meminta aku agar menyusulnya.
Aku hanya tersenyum, membiarkan ia mendahuluiku. Bukanlah hal yang sulit untuk menyusulnya, namun melihatnya tersenyum, tidak ada hal yang lebih indah dari itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Mi, makasih ya kuenya kemarin, enak banget loh!" ku ucapkan terima kasih sambil berjalan bersama Namira di koridor sekolah.
"Sama-sama. Itu cuma belajar kok" ia hanya menunduk, sesekali tersenyum.
"Tapi serius enak! Rainbow cake terenak yang pernah aku makan" aku benar-benar bersungguh-sungguh sambil mengacungkan "swear" dengan jari telunjuk dan jari tengahku. Ini pertama kalinya aku memakan rainbow cake, jadi....
Kulihat ia benar-benar tersenyum malu-malu, kali ini wajahnya memerah. Dia sangat lucu sekali, aku bahkan tertawa karenanya.
-----------------------------------------
Dibalik pilar, seseorang yang mendengar percakapan mereka sejak awal tadi. Alvaro mendengar setiap kata dan candaan yang terucap diantara mereka.
"Jangan-jangan Namira suka sama Iqbaal..." pikirnya. Ia mendengus kesal, segera ia hentakkan kaki dan meninggalkan tempat itu karena bencinya.
Iqbaal mulai mengambil semuanya perlahan, semuanya....bahkan Namira. Lalu selanjutnya siapa? Bastian? Alvaro segera berlari menuju kelas dengan perasaan campur aduk. Seketika, ia sangat membenci Iqbaal, tanpa alasan yang konkret.
-----------------------------------------
"Ki, ayo kita kasih tugasnya ke Bastian sama Alvaro" ajakku.
"Ayo" kemudian aku dan Kiki menghampiri meja mereka, mereka sedang asyik bersenda gurau.
"Al, Bas, ini tugas kelompok kita, udah aku dan kiki yang ngerjain" mereka menatap kami sejenak, aku sodorkan kertas itu ke hadapan mereka berdua.
"Ini udah lo kerjain? Berdua?" Bastian mengambil dan membolak-balik halaman kertas itu.
Alvaro merampas tiba-tiba dari genggaman Bastian, setelah melihat-lihat sebentar..
"Apaan nih?! lo ngerjain berdua doang?! Nggak ngajak kita?! maksud lo apa?! cari muka?!" Ia membentak, membuat aku kaget setengah mati.
"Bukan gitu Al, kita ngerjain karena kita pikir lebih cepat lebih baik, kalau kamu mau koreksi, bisa kalian koreksi" aku menjelaskan dengan suara parau dan tersendat-sendat.
"Oh...bukan buat cari muka? Biar lo berdua doang yang dapet nilai? Lo berdua nggak nganggep kita? Lagian...jelek banget nih, lo berdua ngerjain udah berasa paling pinter aja!"
Brakk! Kiki menggebrak meja. "Jaga ya omongan lo! Kita ngerjain niatnya baik! nggak ada maksud buat nggak nganggep lo, Al! Lo jangan asal judge gini! Mana etika lo buat ngehargain usaha kita Al?!" Kiki membalas perkataan Alvaro. Aku hanya dapat diam seribu bahasa, aku benci pertengkaran.
"Lo yang nggak ngehargain gue sama Bastian! Lo main kerjain sendiri aja! Buat apa gua berterima kasih atas pekerjaan yang gak gue minta? Hah? Dan denger ya lo Iqbaal, gue nggak suka cara lo cari muka gini!" Alvaro menunjuk-nunjuk ke arahku. "Mending lo bawa deh nih tugas, terserah lo mau diapain" kali ini ia melempar kertas itu ke Kiki. Kiki yang dari tadi sudah habis kesabaran dan berkali-kali mengepalkan tangannya untuk menahan semua emosinya, berkali-kali aku menenangkannya. Alvaro berjalan keluar ruangan, di temani sorot-sorot mata setiap penjuru kelas, dan diiringi bisik-bisik.
"Lo egois! Lo nggak bisa menghargai orang! Pantes temen-temen lebih milih main sama Iqbaal daripada lo! Cara lo salah!" teriak Kiki. Langkah Alvaro sempat terhenti, namun ia meneruskan untuk berjalan keluar kelas.
"Nggak seharusnya lo begitu Al!"
"Maafin Aldi Ki, Baal. Gue juga nggak tau kenapa dia begitu sikapnya, gue bahkan baru tau dia marah begitu" Bastian bahkan terheran-heran karena sikap Alvaro.
"Nggak apa-apa..." jawab Kiki yang sudah mulai sedikit tenang.
Alvaro kenapa..segitu salahkah aku mengerjakan tugas ini tanpa dirinya?
"Mending, lo kerjain aja deh sama dia, kalo mau lo ganti ya ganti, sesuka lo aja" jawab Kiki menyudahi semuanya, Kiki segera kembali ke tempat duduknya. Ia menatap dan membalas tatapan seluruh anak-anak di kelas, sampai mereka mulai kembali dengan aktivitas masing-masing.
"Ki, aku jadi merasa bersalah" aku duduk disampingnya.
"Nggak, dia emang suka gitu, biasalah" jawab Kiki cuek.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Alvaro menatap nanar keadaan sekitar, ia terdiam. Sebenarnya, ia hanya berusaha mencari kesalahan, tidak ada yang salah dengan semua ini. Hanya saja kebenciannya yang mulai terlewat batas.
"Al, lo kenapa sih tadi?" Bastian membuyarkan lamunan Alvaro.
"Nggak apa-apa"
"Pelampiasan? Iya?"
"Gue cuma nggak suka caranya"
"Udahlah Al, jangan begini terus. Gimana lo bisa punya banyak temen?"
"Lo mau belain dia? Yaudah sana main aja sama dia!" nada suara Alvaro meninggi.
"Lo emang keras kepala. Susah ngomong sama lo!"
"Makanya nggak usah ngomong sama gue! gue nggak semenyenangkan anak baru itu!" Alvaro segera beranjak dari tempat tersebut dengan kebencian yang terlewat batas, meninggalkan Bastian melongo karena sikapnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
to be continued...
@girzav =D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar